Makam Mahligai di Kecamatan Barus Utara, Tapteng. Jhonny SimatupangKoran SINDO |
Jhonny Simatupang
SIBOLGA - Barus adalah salah satu kota tertua di Indonesia dan sudah
terkenal di seluruh dunia. Karena pada abad ke-6 M (Masehi) kota ini sudah
dikenal dengan hasil hutan berupa kampar dan kemenyan.
Nama kota ini bahkan sudah muncul di sejarah peradaban Melayu semasa Hamzah Fansuri yang merupakan penyair mistik terkenal di seluruh penjuru dunia pada saat itu.
Kota kecil yang letaknya 75 kilometer (Km) dari Kota Sibolga dan 359 Km dari Kota Medan ini masih menyimpan segudang misteri dan pekuburan kuno disana yang mungkin bisa menguak misteri tersebut.
Nama kota ini bahkan sudah muncul di sejarah peradaban Melayu semasa Hamzah Fansuri yang merupakan penyair mistik terkenal di seluruh penjuru dunia pada saat itu.
Kota kecil yang letaknya 75 kilometer (Km) dari Kota Sibolga dan 359 Km dari Kota Medan ini masih menyimpan segudang misteri dan pekuburan kuno disana yang mungkin bisa menguak misteri tersebut.
Namun, misteri ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para ahli – ahli sejarah dan arkeolog baik dari dalam negeri maupun luar negeri.
Pasalnya, sebutan kota yang diyakini sebagai pintu masuk pertama agama Islam dan Kristen di nusantara masih terus mendapatkan pertentangan dan perdebatan dari para ahli sejarawan dan arkeolog. Dimana dan siapa dan dimana Islam pertama sekali diperkenalkan di bumi nusantara ini.
Karena, situs – situs sejarah yang ada di kota tua ini belum bisa menjawab semua dalil dan hipotesa – hipotesa serta teori – teori yang telah disampaikan dan dikemukakan oleh para ahli – ahli sejarah dan arkeolog tersebut.
Berdasakan buku Nuchbatuddar tulisan Addimasqi, Barus disebutkan daerah awal masuknya agama Islam sekitar abad ke-7.
Hal ini dibuktikan dengan makam tua di kompleks pemakaman Mahligai, Barus yang dibatu nisannya tertulis Syekh Rukunuddin wafat tahun 672 Masehi atau 48 Hijriah, menguatkan adanya komunitas Muslim di daerah ini pada era itu.
Sementara Dewan Gereja-Gereja di Indonesia juga memercayai sejak tahun 645 Masehi di daerah Barus telah masuk umat Kristen dari sekte Nestorian.
Keyakinan tersebut didasarkan pada buku kuno tulisan Shaikh Abu Salih al-Armini. Sementara itu, penjelajah dari Armenia Mabousahl mencatat bahwa pada abad ke-12 telah terdapat Gereja Nestorian.
Penelitian terakhir, dilakukan oleh tim
Arkeolog yang berasal dari Ecole Francaise D’extreme-Orient (EFEO) Perancis
yang bekerjasama dengan peneliti dari Pusat Penelitian Arkeologi Nasional
(PPAN) di Lobu Tua - Barus pada tahun 1995 – 1999 terkait Barus kota sejarah
tempat masuknya Agama Islam pertama di Indonesia.
Dari hasil penelitian tim ini dikemukakan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Kota Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.
Hal ini disampaikan atas penemuan terhadap sejumlah benda - benda berkualitas tinggi yang usianya ditaksir sudah ratusan tahun.
Ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur. Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan.
Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya).
Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya.
Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula Raja, Adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam.
Namun, tim ini tidak dapat menyimpulkan secara pasti, siapa dan darimana orang pertama yang membawa masuk agama Islam ke daerah itu.
Sebab dari hasil penelitian mereka terhadap batu nisan dari makam – makam penyiar Islam yang ada di Makam Mahligai dan Papan Tinggi di daerah itu, hanya ada penulisan Kaligrafi Arab yang menerangkan karakteristik tertentu yakni Cina, India dan Persia.
Meski demikian, apapun ceritanya, daerah Barus sekitarnya merupakan daya tarik tersendiri. Ditinjau dari segala aspek, daerah ini mempunyai potensi yang sangat besar disamping memiliki objek wisata sejarah berupa makam - makam kuno (Makam Mahligai dan Papan Tinggi) dan Benteng Portugis, juga memiliki potensi pariwisatanya.
Dari hasil penelitian tim ini dikemukakan bahwa pada sekitar abad 9-12 Masehi, Kota Barus telah menjadi sebuah perkampungan multi-etnis dari berbagai suku bangsa seperti Arab, Aceh, India, China, Tamil, Jawa, Batak, Minangkabau, Bugis, Bengkulu, dan sebagainya.
Hal ini disampaikan atas penemuan terhadap sejumlah benda - benda berkualitas tinggi yang usianya ditaksir sudah ratusan tahun.
Ini menandakan dahulu kala kehidupan di Barus itu sangatlah makmur. Di Barus dan sekitarnya, banyak pedagang Islam yang terdiri dari orang Arab, Aceh, dan sebagainya hidup dengan berkecukupan.
Mereka memiliki kedudukan baik dan pengaruh cukup besar di dalam masyarakat maupun pemerintah (Kerajaan Budha Sriwijaya).
Bahkan kemudian ada juga yang ikut berkuasa di sejumlah bandar. Mereka banyak yang bersahabat, juga berkeluarga dengan raja, adipati, atau pembesar-pembesar Sriwijaya lainnya.
Mereka sering pula menjadi penasehat raja, adipati, atau penguasa setempat. Makin lama makin banyak pula penduduk setempat yang memeluk Islam. Bahkan ada pula Raja, Adipati, atau penguasa setempat yang akhirnya masuk Islam.
Namun, tim ini tidak dapat menyimpulkan secara pasti, siapa dan darimana orang pertama yang membawa masuk agama Islam ke daerah itu.
Sebab dari hasil penelitian mereka terhadap batu nisan dari makam – makam penyiar Islam yang ada di Makam Mahligai dan Papan Tinggi di daerah itu, hanya ada penulisan Kaligrafi Arab yang menerangkan karakteristik tertentu yakni Cina, India dan Persia.
Meski demikian, apapun ceritanya, daerah Barus sekitarnya merupakan daya tarik tersendiri. Ditinjau dari segala aspek, daerah ini mempunyai potensi yang sangat besar disamping memiliki objek wisata sejarah berupa makam - makam kuno (Makam Mahligai dan Papan Tinggi) dan Benteng Portugis, juga memiliki potensi pariwisatanya.
Sektor pariwisata bahari dan keindahan alam
lainnya ini merupakan primadona tersendiri yang dimiliki Barus.
Makam Mahligai yang terletak di Desa Aek Dakka. Makam Mahligai ini adalah sebuah perkuburan bersejarah Syeh Rukunuddin dan Syeh Usuluddin yang menandakan masuknya agama Islam pertama ke Indonesia pada Abad ke VII Masehi ini misalnya.
Pekuburan ini panjangnya kira - kira 7 meter dihiasi oleh beberapa batu nisan yang khas dan unik dengan bertulisan bahasa Arab, Tarikh 48 H dan Makam Mahligai merupakan Objek Wisata Religius bagi umat Islam
Kemudian Makam Papan Tinggi yang terdapat di Desa Pananggahan, Kecamatan Barus Utara. Di Makam yang dikenal Makam Aulia 44 atau yang dikenal juga dengan tuan Tompat inilah Syekh Mahmud bersama enam orang pengikutnya dimakamkan. Makam Syekh Mahmud ini panjangnya 12 meter sedangkan batu nisannya setinggi 2,5 meter.
Untuk mencapai kedua permakaman ini, orang masih harus mengeluarkan tenaga ekstra dengan berjalan kaki karena berada diperbukitan.
Seperti halnya menuju Makam Papan Tinggi, pengunjung harus menaiki kurang lebih sekitar 1.000 anak tangga menuju puncak. Sesampainya disini pemandangan yang disajikan sangat indah terutama untuk melihat kota Barus.
Tempat ini ramai dikunjungi masyarakat pada akhir pekan atau liburan, baik oleh masyarakat sekitar yang datang untuk sekedar menikmati pemandangan alam yang indah, maupun dikunjungi oleh para peziarah Islam yang datang dari kota lain.
Masyarakat Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) selama ini pesimistis terhadap pemerintah terutama pemerintah pusat yang dianggap tidak memiliki keinginan untuk membangun kota Barus selaku kota tua penuh sejarah di Indonesia.
Hal itu disampaikan atas minimnya pembangunan sarana dan prasarana termasuk infrastruktur kota Barus. Bahkan dari minimnya perhatian atas keberadaan situs – situs sejarah di kota Barus, selain tidak terpelihara dan tidak terbangun baik, situs – situs peninggalan disana terbawa entah kemana - mana.
Selain itu, wajah kota Barus tidak mencerminkan sebagai daerah wisata di Sumatera Utara (Sumut) bahkan Indonesia. Padahal nama kota Barus, sudah terpromosi dengan baik hingga seantero jagad raya ini (seluruh Dunia) melalui tulisan (literature) dalam buku atau website internet.
Menurut tokoh pemuda Barus, S Sihotang (45) warga Jalan Pelabuhan, genjarnya pemberitaan dan seringnya penelitian oleh tim arkeolog dalam maupun luar negeri dan mahasiswa tentang sejarah kota Barus, ternyata tidak serta merta merubah ketertinggalan Kota Barus.
Makam Mahligai yang terletak di Desa Aek Dakka. Makam Mahligai ini adalah sebuah perkuburan bersejarah Syeh Rukunuddin dan Syeh Usuluddin yang menandakan masuknya agama Islam pertama ke Indonesia pada Abad ke VII Masehi ini misalnya.
Pekuburan ini panjangnya kira - kira 7 meter dihiasi oleh beberapa batu nisan yang khas dan unik dengan bertulisan bahasa Arab, Tarikh 48 H dan Makam Mahligai merupakan Objek Wisata Religius bagi umat Islam
Kemudian Makam Papan Tinggi yang terdapat di Desa Pananggahan, Kecamatan Barus Utara. Di Makam yang dikenal Makam Aulia 44 atau yang dikenal juga dengan tuan Tompat inilah Syekh Mahmud bersama enam orang pengikutnya dimakamkan. Makam Syekh Mahmud ini panjangnya 12 meter sedangkan batu nisannya setinggi 2,5 meter.
Untuk mencapai kedua permakaman ini, orang masih harus mengeluarkan tenaga ekstra dengan berjalan kaki karena berada diperbukitan.
Seperti halnya menuju Makam Papan Tinggi, pengunjung harus menaiki kurang lebih sekitar 1.000 anak tangga menuju puncak. Sesampainya disini pemandangan yang disajikan sangat indah terutama untuk melihat kota Barus.
Tempat ini ramai dikunjungi masyarakat pada akhir pekan atau liburan, baik oleh masyarakat sekitar yang datang untuk sekedar menikmati pemandangan alam yang indah, maupun dikunjungi oleh para peziarah Islam yang datang dari kota lain.
Masyarakat Kecamatan Barus, Kabupaten Tapanuli Tengah (Tapteng) selama ini pesimistis terhadap pemerintah terutama pemerintah pusat yang dianggap tidak memiliki keinginan untuk membangun kota Barus selaku kota tua penuh sejarah di Indonesia.
Hal itu disampaikan atas minimnya pembangunan sarana dan prasarana termasuk infrastruktur kota Barus. Bahkan dari minimnya perhatian atas keberadaan situs – situs sejarah di kota Barus, selain tidak terpelihara dan tidak terbangun baik, situs – situs peninggalan disana terbawa entah kemana - mana.
Selain itu, wajah kota Barus tidak mencerminkan sebagai daerah wisata di Sumatera Utara (Sumut) bahkan Indonesia. Padahal nama kota Barus, sudah terpromosi dengan baik hingga seantero jagad raya ini (seluruh Dunia) melalui tulisan (literature) dalam buku atau website internet.
Menurut tokoh pemuda Barus, S Sihotang (45) warga Jalan Pelabuhan, genjarnya pemberitaan dan seringnya penelitian oleh tim arkeolog dalam maupun luar negeri dan mahasiswa tentang sejarah kota Barus, ternyata tidak serta merta merubah ketertinggalan Kota Barus.
Pemerintah masih seperti tutup mata untuk
membangun Barus dengan baik sebagai kota yang berpredikat sebagai kota sejarah.
Seharusnya, ungkap Sihotang, Kota Barus sebagai kota sejarah, sebagai pintu gerbang pertama masuknya agama Islam dan Kristen di Indonesia ditandai dengan peninggalan situs – situs sejarah, mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat. Tidak mengabaikannya seperti sekarang, sehingga situs – situs peninggalan sejarah yang ada tidak terpelihara.
Seharusnya, ungkap Sihotang, Kota Barus sebagai kota sejarah, sebagai pintu gerbang pertama masuknya agama Islam dan Kristen di Indonesia ditandai dengan peninggalan situs – situs sejarah, mendapatkan perhatian serius dari pemerintah pusat. Tidak mengabaikannya seperti sekarang, sehingga situs – situs peninggalan sejarah yang ada tidak terpelihara.
Sumber: http://www.sindonews.com/
No comments:
Post a Comment