BARUS SEHARUSNYA JADI CAGAR BUDAYA

26 September 2011

Legenda Putri Runduk

Pada sekitar abad ke-7 di Kerajaan Barus Raya memerintahlah seorang raja yang cukup ternama, Raja Jayadana. Kerajaan yang dibawahinya memasuki era Islam berpusat di Kota Guguk dan Kota Beriang dekat Kadai Gadang sekarang. Kerajaan Barus tengah berada di puncak kejayaannya, berkat hasil bumi yang melimpah ruah dan penghasil komoditi langka yang sangat dibutuhkan pada zamannya. Sebutlah itu kapur barus. Barus Raya terdapat pelabuhan tertua di dunia yang menjadi salah satu pusat niaga internasional.


Terpenting dari segala kelebihan ”ter” itu, raja Jayadana memiliki seorang permaisuri (Ratu) Puteri Runduk yang cantik jelita. Bersamaan dengan datangnya para saudagar dan pemerintahan negeri asing ke Barus semakin santerlah berita mengenai kecantikan sang Permaisuri. Beberapa raja yang terkesima mendengar beritanya kemudian hari berspekulasi hendak merebut Puteri Runduk. Dan sudah tentu, untuk dapat memilikinya bukanlah hal mudah. Raja-raja yang kesemsem asmara antara lain, Raja Janggi dari Sudan, Afrika dan Raja Sanjaya dari kerajaan Mataram. Tentu belum terhitung para saudagar dan pelaut yang isi kantongnya hanya udang dan kepiting. Dua kerajaan besar di atas sampai menggelar kekuatan perang untuk mendapatkan dua kemungkinan : jatuhnya Kerajaan Barus yang makmur berikut ratu nan cantk jelita. Tetapi satu orang dari antara mereka, Raja Cina datang meminang baik-baik.

Dalam gelar parade kekuatan ini, Raja Sanjaya dari Jawa berhasil memenangkan pertarungan. Raja Jayadana tewas dan istrinya Puteri Runduk berhasil ditawan. Dia terpaksa ditawan oleh karena tidak mau dipersunting secara baik-baik. Soalnya raja Sanjaya beragama Hindu sedangkan kerajaan Jayadana dikenal sebagai kerajaan Islam dan ini menjadi sesuatu yang prinsip. Maka lahirlah pantun :

Kota Guguk Kota Bariang
Ketiga kota di Muara
Ayam berkokok hari siang
Puteri Runduk ditawan Jawa


Tetapi rupanya diam-diam Raja Janggi menghimpun kekuatan dan menyerang pasukan Sanjaya secara membabi buta. Panik oleh karena pertempuran baru terjadi di wilayah Barus membuat kota Guguk dan pusat istana kerajaan porakporanda. Sementara Raja Janggi berhasil mempecundangi Raja Sanjaya, sekelompok pengawal setia yang tersisa dari istana kerajaan Jayadana bersama para dayang-dayang menyingkirkan Ratu Puteri Runduk dari kerajaan para diktator ke pulau Morsala. Dalam pelarian inilah peralatan yang dibawa rombongan Puteri Runduk berceceran sepanjang pulau-pulau, maka dinamailah pulau-pulau tersebut sesuai nama barang yang tercecer, antara lain : Pulau Situngkus, Pulau Lipat Kain, Pulau Terika, Pualu Puteri dan lain-lain.

Raja Janggi mengejar sampai ke Pulau Morsala dan ketika hendak mendekap ratu yang sudah di muka hidung, Puteri Runduk memukulkan tongkat bertuah akar bahar (tongkat warisan Raja Barus) ke kepala Raja Janggi. Berikut pantunnya :

Pulau Puteri Pulau Penginang
Ketiga Pulau anak Janggi
Lapik putih bantal bermiang
Racun bermain dalam hati

Servisnya baik karena lapik putih, tapi sayang bantalnya bermiang, orang yang tidur jadi gatalan. Pantun lain pendukung menyebut, lebatlah hujan di Morsala/Kembanglah bunga para utan/bintang di langit punya salah/ombak di laut menanggungkan; pulau Talam Pulau tarika/ketiga pulau lipat kain/sauh putus pendarat patah/haluan berkesar ke jalan lain.

Dalam pengejaran yang tak putus-putus, si wanita lemah nan rupawan Puteri Runduk putus asa dan melompat ke laut… hilang tanpa bekas.

Salah satu pembantunya yang setia bernama Sikambang Bandahari seorang pemuda yang sehari-harinya dalam urusan rumah tangga kerajaan, anak nelayan miskin. Maka, merataplah Sikambang dengan sedihnya, meratap kehilangan majikan, menyesali tindakan bunuh diri sang permaisuri, menyesal sikap brutal raja-raja lalim, menyesali dirinya yang tak kuasa mempertahankan keselamatan Puteri Runduk. Ratapan Sikambang memanjang tak putus-putus, dari hari ke hari, ratapan legendaris yang menyinggung segala aspek, kemashuran, kejayaan, kedamaian sampai gambaran kecantikan puteri-puteri Barus dan sebagainya.

Kerajaan Islam Puteri Runduk pada jayanya kaya dengan seni dan budaya. Abad ke-7 M, masyarakat pesisir sudah memiliki kebudayaan sendiri, berikut keseniannya seperti serampang 12, bersanggu gadang, bakonde, berinai, mengasah gigi, turun air, berkambabodi, berkelambu kain kuning, berpayung kuning, bertabir langit-langit dan sebagainya.

No comments:

Post a Comment